Senin, 24 September 2012

Jaket dari Sahabat

Aku berjalan selangkah demi selangkah menuju kursi itu. Panasnya terik mataharipun tak terasa mulai menusuk kulitku. Aku termenung, dan hanya bisa menghela nafas kekecewaan, “Hemh, seandainya. ., waktu dapat terulang kembali, aku pasti tidak akan menyesal seperti ini.”  Tiba tiba saja ada yang menepuk bahu sebelah kiriku, “Kamu lagi ngapain disini Citra?”, “Ngelamunin aku yha?, hayo ngaku aja deh, pasti ngelamunin aku, iyha kan Cit?”, Revi mengejek.
“Apaan sih, ga kok lagi galau aja mikirin kamu” sahut Citra.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepatnya, sekeping hati terasa dibawa lari menuju masjid seberang rumahnya. Wajahnya memerah, dan matanya terlihat membengkak, akibat derasnya air mata yang membasahi pipinya seusai sholat dhuha. Citrapun bergegas menghapus air matanya, setelah terlihat bayangan seorang gadis mendekatinya.
“mba ini kenapa, kok nangis?” tanya Vina begitu keheranan. Seketika Citra memeluk gadis itu erat erat, tanpa pikir panjang dan rasa takut. Vina lekas lekas menyambut pelukan gadis yang belum dikenalnya itu. Setengah jam lamanya Citra menangis, dia pun tersadar dan melepas pelukannya perlahan.
“Maaf mbak, saya sangat rindu pelukan sahabat saya, maaf ya mbak, saya kurang sopan.” Kata Citra kepada gadis itu.
“gak apa apa kok mbak, saya malah senang bisa membantu, kalau boleh tau, mbak ini mahasiswi IKIP yha?” Kata Vina.
Setelah pertemuan itu, Citra dan Vina menjalin hubungan yang cukup baik. Citra adalah seorang mahasiswi jurusan Biologi semester 3, dia adalah seorang gadis yang cukup cerewet,  asik, dan bisa dikatakan lumayan pintar. sedangkan Vina adalah mahasiswi jurusan kimia semester 5, dia gadis yang perhatian, sabar, dan cerdas.
Kehadiran Vina saat itu, sedikit mengurangi kesedihan Citra yang begitu membekas dihatinya. Citra begitu percaya dengan Vina, begitupun sebaliknya. Belum lama mengenal Vina, Citra sudah tak kuasa ingin curhat mengenai kegundahan hatinya saat itu.
“Vin, ke taman yuk, aku pingin curhat banyak nih sama kamu, mau ya, please?”, ucap Citra dengan mimik penuh harap.
“iya, aku siap jadi pendengar setia kok, apa sih yang gak buat kamu,..” sahut Vina meledek.
“Aduh Vina, serius nih, aku pingin curhat, ya ya..” ucap Citra sedikit kesal.
 “ iya iya, yuk ke Taman, siap dengerin bos.” Sahut Vina meyakinkan.
Kesedihan mulai terlihat diwajah Citra, diapun bercerita mengenai sahabatnya Yuni yang baru saja meninggal sebulan yang lalu. Citra pun memulai ceritanya.
“Waktu pertama kali aku masuk kuliah aku punya sahabat namanya Yuni, dia adalah satu-satunya temen yang baik banget sama aku, dia pengertian banget sama aku,..tapi...”
“tapi apa Citra?” ucap Vina sedikit penasaran.
“tapi aku, udah ngecewain dia Vin, aku yang udah bikin Yuni malu, aku mesti gimana?” ujar Citra sambil menangis.
“udah udah, gak usah nangis terus, cerita yang jelas dong sama aku, siapa tahu aku bisa bantu.” Sahut Vina lembut.
“Yuni ngasih ini sama aku,.” Jawab Citra sambil menyodorkan sesuatu.
“Apaan ini Cit?” sahut Vina cepat.
“Itu jaket yang dikasih Yuni sama aku, sebelum dia meninggal dia ngasih jaket ini sama aku.” Kata Citra.
“Muslim Negarawan?” ucap Vina membaca tulisan di jaket itu.
“iya, Muslim Negarawan, dulu Yuni seorang aktivis kampus, dia sholehah banget, jilbabnya besar, adem banget rasanya kalo sama Yuni.” Jawab Citra.
“Kalau boleh tau, dia ngasih apalagi sma kamu Cit?” ujar Vina penasaran.
“Dia ngasih surat sama aku Vin..” jawab Citra tegas.
“lalu?” sahut Vina.
“Nah gini, dulu aku sama Yuni sahabat karib banget, dia sering main kerumahku, kita udah kaya saudara kandung, keluargaku juga mengenal baik Yuni, Nah semenjak itu aku ngerasa bapak sama ibu lebih perhatian sama Yuni daripada sama aku, Yuni selalu dipuji puji, pinterlah, sholehah lah, baik lah, sementara aku pasti dijelek jelekin sama bapak ibu, kata ibu “mbokyo itu lho kaya Yuni, udah pinter, baik, sholehah lagi, diconto lho iku,” kata ibu gitu.
“terus permasalahannya apa Cit?” sahut Vina menyela.
“nah itu Vin, aku iri sama Yuni, dia selalu disukain banyak orang, bapak ibu juga ikut-ikutan, semenjak itu aku benci banget sama dia, karena emosi aku jelek-jelekin dia ke temen – temen sekelas kalau dia itu orangnya sok suci, padahal aslinya ada maunya, gitu Vin”
“Aku sering ngikutin Yuni dari belakang, eh perginya ke Masjid, sholat, ngaji, dia kemana-mana selalu pake jaket ini.”
“Aku masih penasaran, sebenernya Yuni itu ikut apaan sih sampe jaketnya dipake terus kemana kemana, saking penasarannya aku pernah cari-cari di internet apa itu Muslim Negarawan, sampai aku lihat ada tulisan KAMMI, ternyata ada kaitannya sama Muslim Negarawan di google.”
“Suatu ketika aku mengikuti dia sampai jalanan, ternyata Yuni sama temen – temennya yang juga berjaket Muslim Negarawan lagi bagi-bagi makanan gratis buat orang orang yang kurang mampu, Yuni sama temen – temennya itu juga sering aksi penggalangan dana buat temen-temen muslim kita yang di Palestina, semenjak itu aku mulai membuka mata hatiku, sedikit demi sedikit rasa dendam itu mulai hilang, tapi aku masih gengsi untuk meminta maaf sama Yuni, gitu Vin..” kata Citra bercerita dengan linangan air mata.
“Citra, jangan nangis terus dong, tarik nafas terus baru cerita lagi.” Ujar Vina memberi saran.
“iya, makasih yha Vin, aku lanjutin ya ceritanya.” Sahut Citra.
Di bawah pepohonan yang rindang itu, Citra memulai lagi ceritanya dengan penuh rasa bersalah, galau, dan bingung.
“Ketika aku menerima, jaket dan surat ini, Yuni sudah meninggal sehari sebelumnya, dia meninggal karena kanker sumsum tulang belakang,”
“selama aku deket sama Yuni, dia gak pernah sedikitpun cerita tentang kankernya, rasa bersalah begitu membekas dihatiku karena telah menyianyiakan sahabat sebaik Yuni,”
“ Aku udah jahat sama dia Vin, aku belum sempat minta maaf sama Yuni, belum sempat Vin, dia udah meninggal sekarang, aku ngerasa kalau aku ini jahat banget sama Yuni, hicks hicks hicks.” Kata Citra dengan suara tesendat sendat karena tak kuasa menahan air mata.
Vina lekas memeluk Citra dan berkata lembut, “yang tabah ya Citra, semua pasti ada hikmahnya, emang isi suratnya apa Cit, boleh aku baca?”
“iyha vin, ini..” jawab Citra.
Dibacalah surat itu oleh Vina.
Citra..
Maafin aku ya, aku udah bikin kamu kecewa
Maksud aku menulis surat ini tidak lain adalah untuk minta bantuan kamu..
Aku pingin banget, kamu pake jaket ini, jaket kesayanganku,..
Iya, jaket Muslim Negarawan. .
Aku pingin kamu juga ikut merasakan kebahagiaan yang aku rasakan Citra,..
Kebahagiaan selama aku memakai jaket ini..
Kebahagiaan bersama orang orang yang ikhlas menyayangiku..
Aku pingin kamu juga ikut ngerasain apa yang aku rasain, aku pingin kamu
bahagia,,.
Intanshurullaha yanshurku wayutsabbit aqdaamakum..
Dari Yuni yang menyayangimu
Don’t forget yha..
Air mata pun menitik di pelupuk mata Vina, suasana haru menyelimuti taman siang itu, matahari yang terang pun, ikut redup seakan memberi simpati kepada mereka baerdua. Pepohonan pun seakan layu, daun daun berguguran menambah suasana hening di sana.
“Vin, kamu mau gak nyari tahu arti tulisan Intanshurullaha yanshurku wayutsabbit aqdaamaku, aku pingin tahu lebih tentang Muslim Negarawan..” ujar Citra semangat setelah lega bercerita.
“iya Cit, pasti aku  bantu kamu, apa sih yang gak buat Citra,..”sahut Vina mengajak bercanda.
“hahaha, kamu bisa aja deh Vin..” kata Citra sambil tersenyum.
Tiba – tiba saja ada mbak mbak berjilbab dan berjaket muslim negarawan datang menghampiri mereka, “maaf dek, ganggu, ini ada buletin KAMMI buat adek?” kata mbak mbak tadi.
“owh iya makasih mbak” sahut Vina dan Citra bersamaan.
Seperti ada secercah harapan untuk mereka berdua, ada rasa takjub ketika mbak mbak tadi bilang buletin KAMMI, teringat kata kata itu ada hubungannya dengan Muslim Negarawan. Sejenak mereka berdua tercengang, dan saling bertatapan satu sama lain. Tanpa pikir panjang, mereka berduapun tersenyum dan bangun dari kursi, berlari mengejar mbak mbak tadi.
“mbak mbak, maaf, boleh ganggu sebentar?” ujar Citra.
“iya dek, ada apa?” jawab mbak mbak tadi.
Perbincangan itupun seolah menjadi jalan terang mereka untuk lebih mengetahui apa itu Muslim Negarawan?, apa itu KAMMI?, apa arti tulisan di surat Yuni.
“Adek adek, tau gak apa itu da’wah?” ujar mba Heni.
“gak mbak” jawab mereka serentak.
“sebenarnya kita sering banget melakukan da’wah, cuma kita ngelakuinnya secara tidak sadar dan terencana, jadi da’wah itu mengajak kepada kebaikan, mengajak kepada Islam, dan seandainya Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan sebab engkau, maka hal itu lebih baik bagimu daripada apa yang dijangkau matahari sejak terbit hingga terbenam.
“hubungannya sama KAMMI apa mbak?” sahut Citra.
“jadi gini, salah satu sarana berda’wah adalah KAMMI, dengan berda’wah kita sering mendapatkan jalan keluar dari berbagai masalah yang kita hadapi.” Sahut mbak Heni.
“Lalu, apa manfaatnya buat saya mbak?” tanya Vina.
“Jika kita meniatkan da’wah untuk Allah, kita bakalan dapat keuntungan-keuntungan dunia sebagai bonusnya, tapi kalau niat awal kita buat keuntungan dunia, Cuma itulah yang bakal kita dapetin..” jawab mbak Heni.
“So, masih ragu-ragu?” tegur mbak Heni.
“Ga sih mba, tapi...?” gerutu Vina.
“Kalau gak sukses, gimana dong mbak?, aku kan gak mau ngecewain Yuni, dia udah bener bener cinta sama KAMMI..” sahut Vina dengan sedikit keraguan.
“Da’wah ini adalah kerja dari generasi ke generasi, bisa saja hasilnya belum kita rasakan, tapi.., percayalah bahwa yang kita lakukan nggak ada yang sia-sia.” Jawab mbak Heni.
Berkat percakapan itulah, mereka mengenal KAMMI, pengalaman, manajemen diri, manajemen waktu, kepemimpinan, dan teman semua diperoleh dari KAMMI. Semua petualangan mereka dimulai dari jaket Muslim Negarawan.
“Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah, tidaklah seseorang itu akan dapat membangun agama itu kecuali bila ia mampu memahaminya. Karena itu, tunjukilah jalan yang benar, dekatkanlah mereka, dan gembirakanlah serta selalulah berdo’a memohon pertolongan (kepada Allah) di waktu pagi dan sore!”
“Sekarang aku tahu arti tulisan itu Vin” kata Citra
“Yang bener, emang apa?” jawab Vina mengejek.
“Jika engkau menolong agama Allah, niscaya Allah menolongmu dan meneguhkan pijakan kakimu.” jawab Citra tegas.
“SubhanAllah ukhti..” ujar Vina.
Mentaripun terasa begitu menyengat seakan memberi tanda bahwa ia ikut senang, bunga bunga bermekaran, dan burung-burungpun berkicau di pepohonan seperti menyanyi menyambut kebahagiaan mereka. Jaket Muslim Negarawan Yuni menjadi jalan bagi Citra dan Vina menjadi anggota KAMMI ( Jauharin Indah_sekdep kaderisasi_juara cerpen lomba MPK)

0 komentar:

Posting Komentar