Aku
berjalan selangkah demi selangkah menuju kursi itu. Panasnya terik mataharipun
tak terasa mulai menusuk kulitku. Aku termenung, dan hanya bisa menghela nafas
kekecewaan, “Hemh, seandainya. ., waktu dapat terulang kembali, aku pasti tidak
akan menyesal seperti ini.” Tiba tiba
saja ada yang menepuk bahu sebelah kiriku, “Kamu lagi ngapain disini Citra?”,
“Ngelamunin aku yha?, hayo ngaku aja deh, pasti ngelamunin aku, iyha kan Cit?”,
Revi mengejek.
“Apaan
sih, ga kok lagi galau aja mikirin kamu” sahut Citra.
Tak
terasa waktu berlalu begitu cepatnya, sekeping hati terasa dibawa lari menuju
masjid seberang rumahnya. Wajahnya memerah, dan matanya terlihat membengkak,
akibat derasnya air mata yang membasahi pipinya seusai sholat dhuha. Citrapun
bergegas menghapus air matanya, setelah terlihat bayangan seorang gadis
mendekatinya.
“mba
ini kenapa, kok nangis?” tanya Vina begitu keheranan. Seketika Citra memeluk gadis
itu erat erat, tanpa pikir panjang dan rasa takut. Vina lekas lekas menyambut
pelukan gadis yang belum dikenalnya itu. Setengah jam lamanya Citra menangis,
dia pun tersadar dan melepas pelukannya perlahan.
“Maaf
mbak, saya sangat rindu pelukan sahabat saya, maaf ya mbak, saya kurang sopan.”
Kata Citra kepada gadis itu.
“gak
apa apa kok mbak, saya malah senang bisa membantu, kalau boleh tau, mbak ini
mahasiswi IKIP yha?” Kata Vina.
Setelah
pertemuan itu, Citra dan Vina menjalin hubungan yang cukup baik. Citra adalah
seorang mahasiswi jurusan Biologi semester 3, dia adalah seorang gadis yang
cukup cerewet, asik, dan bisa dikatakan
lumayan pintar. sedangkan Vina adalah mahasiswi jurusan kimia semester 5, dia
gadis yang perhatian, sabar, dan cerdas.
Kehadiran
Vina saat itu, sedikit mengurangi kesedihan Citra yang begitu membekas
dihatinya. Citra begitu percaya dengan Vina, begitupun sebaliknya. Belum lama
mengenal Vina, Citra sudah tak kuasa ingin curhat mengenai kegundahan hatinya
saat itu.
“Vin,
ke taman yuk, aku pingin curhat banyak nih sama kamu, mau ya, please?”, ucap Citra
dengan mimik penuh harap.
“iya,
aku siap jadi pendengar setia kok, apa sih yang gak buat kamu,..” sahut Vina
meledek.
“Aduh
Vina, serius nih, aku pingin curhat, ya ya..” ucap Citra sedikit kesal.
“ iya iya, yuk ke Taman, siap dengerin bos.”
Sahut Vina meyakinkan.
Kesedihan
mulai terlihat diwajah Citra, diapun bercerita mengenai sahabatnya Yuni yang
baru saja meninggal sebulan yang lalu. Citra pun memulai ceritanya.
“Waktu
pertama kali aku masuk kuliah aku punya sahabat namanya Yuni, dia adalah satu-satunya
temen yang baik banget sama aku, dia pengertian banget sama aku,..tapi...”
“tapi
apa Citra?” ucap Vina sedikit penasaran.
“tapi
aku, udah ngecewain dia Vin, aku yang udah bikin Yuni malu, aku mesti gimana?”
ujar Citra sambil menangis.
“udah
udah, gak usah nangis terus, cerita yang jelas dong sama aku, siapa tahu aku
bisa bantu.” Sahut Vina lembut.
“Yuni
ngasih ini sama aku,.” Jawab Citra sambil menyodorkan sesuatu.
“Apaan
ini Cit?” sahut Vina cepat.
“Itu
jaket yang dikasih Yuni sama aku, sebelum dia meninggal dia ngasih jaket ini
sama aku.” Kata Citra.
“Muslim Negarawan?”
ucap Vina membaca tulisan di jaket itu.
“iya,
Muslim Negarawan, dulu Yuni seorang
aktivis kampus, dia sholehah banget, jilbabnya besar, adem banget rasanya kalo
sama Yuni.” Jawab Citra.
“Kalau
boleh tau, dia ngasih apalagi sma kamu Cit?” ujar Vina penasaran.
“Dia
ngasih surat sama aku Vin..” jawab Citra tegas.
“lalu?”
sahut Vina.
“Nah
gini, dulu aku sama Yuni sahabat karib banget, dia sering main kerumahku, kita
udah kaya saudara kandung, keluargaku juga mengenal baik Yuni, Nah semenjak itu
aku ngerasa bapak sama ibu lebih perhatian sama Yuni daripada sama aku, Yuni
selalu dipuji puji, pinterlah, sholehah lah, baik lah, sementara aku pasti
dijelek jelekin sama bapak ibu, kata ibu “mbokyo itu lho kaya Yuni, udah
pinter, baik, sholehah lagi, diconto lho iku,” kata ibu gitu.
“terus
permasalahannya apa Cit?” sahut Vina menyela.
“nah
itu Vin, aku iri sama Yuni, dia selalu disukain banyak orang, bapak ibu juga
ikut-ikutan, semenjak itu aku benci banget sama dia, karena emosi aku jelek-jelekin
dia ke temen – temen sekelas kalau dia itu orangnya sok suci, padahal aslinya
ada maunya, gitu Vin”
“Aku
sering ngikutin Yuni dari belakang, eh perginya ke Masjid, sholat, ngaji, dia
kemana-mana selalu pake jaket ini.”
“Aku
masih penasaran, sebenernya Yuni itu ikut apaan sih sampe jaketnya dipake terus
kemana kemana, saking penasarannya aku pernah cari-cari di internet apa itu Muslim Negarawan, sampai aku lihat ada
tulisan KAMMI, ternyata ada kaitannya
sama Muslim Negarawan di google.”
“Suatu
ketika aku mengikuti dia sampai jalanan, ternyata Yuni sama temen – temennya
yang juga berjaket Muslim Negarawan
lagi bagi-bagi makanan gratis buat orang orang yang kurang mampu, Yuni sama
temen – temennya itu juga sering aksi penggalangan dana buat temen-temen muslim
kita yang di Palestina, semenjak itu aku mulai membuka mata hatiku, sedikit
demi sedikit rasa dendam itu mulai hilang, tapi aku masih gengsi untuk meminta
maaf sama Yuni, gitu Vin..” kata Citra bercerita dengan linangan air mata.
“Citra,
jangan nangis terus dong, tarik nafas terus baru cerita lagi.” Ujar Vina
memberi saran.
“iya,
makasih yha Vin, aku lanjutin ya ceritanya.” Sahut Citra.
Di
bawah pepohonan yang rindang itu, Citra memulai lagi ceritanya dengan penuh
rasa bersalah, galau, dan bingung.
“Ketika
aku menerima, jaket dan surat ini, Yuni sudah meninggal sehari sebelumnya, dia
meninggal karena kanker sumsum tulang belakang,”
“selama
aku deket sama Yuni, dia gak pernah sedikitpun cerita tentang kankernya, rasa
bersalah begitu membekas dihatiku karena telah menyianyiakan sahabat sebaik
Yuni,”
“
Aku udah jahat sama dia Vin, aku belum sempat minta maaf sama Yuni, belum
sempat Vin, dia udah meninggal sekarang, aku ngerasa kalau aku ini jahat banget
sama Yuni, hicks hicks hicks.” Kata Citra dengan suara tesendat sendat karena
tak kuasa menahan air mata.
Vina
lekas memeluk Citra dan berkata lembut, “yang tabah ya Citra, semua pasti ada
hikmahnya, emang isi suratnya apa Cit, boleh aku baca?”
“iyha
vin, ini..” jawab Citra.
Dibacalah
surat itu oleh Vina.
Citra..
Maafin aku ya, aku udah
bikin kamu kecewa
Maksud aku menulis
surat ini tidak lain adalah untuk minta bantuan kamu..
Aku pingin banget, kamu
pake jaket ini, jaket kesayanganku,..
Iya, jaket Muslim
Negarawan. .
Aku pingin kamu juga
ikut merasakan kebahagiaan yang aku rasakan Citra,..
Kebahagiaan selama aku
memakai jaket ini..
Kebahagiaan bersama
orang orang yang ikhlas menyayangiku..
Aku pingin kamu juga
ikut ngerasain apa yang aku rasain, aku pingin kamu
bahagia,,.
Intanshurullaha
yanshurku wayutsabbit aqdaamakum..
Dari Yuni yang
menyayangimu
Don’t forget yha..
Air
mata pun menitik di pelupuk mata Vina, suasana haru menyelimuti taman siang
itu, matahari yang terang pun, ikut redup seakan memberi simpati kepada mereka
baerdua. Pepohonan pun seakan layu, daun daun berguguran menambah suasana
hening di sana.
“Vin,
kamu mau gak nyari tahu arti tulisan Intanshurullaha
yanshurku wayutsabbit aqdaamaku, aku pingin tahu lebih tentang Muslim Negarawan..” ujar Citra semangat
setelah lega bercerita.
“iya
Cit, pasti aku bantu kamu, apa sih yang
gak buat Citra,..”sahut Vina mengajak bercanda.
“hahaha,
kamu bisa aja deh Vin..” kata Citra sambil tersenyum.
Tiba
– tiba saja ada mbak mbak berjilbab dan berjaket muslim negarawan datang menghampiri mereka, “maaf dek, ganggu, ini
ada buletin KAMMI buat adek?” kata
mbak mbak tadi.
“owh
iya makasih mbak” sahut Vina dan Citra bersamaan.
Seperti
ada secercah harapan untuk mereka berdua, ada rasa takjub ketika mbak mbak tadi
bilang buletin KAMMI, teringat kata
kata itu ada hubungannya dengan Muslim
Negarawan. Sejenak mereka berdua tercengang, dan saling bertatapan satu
sama lain. Tanpa pikir panjang, mereka berduapun tersenyum dan bangun dari
kursi, berlari mengejar mbak mbak tadi.
“mbak
mbak, maaf, boleh ganggu sebentar?” ujar Citra.
“iya
dek, ada apa?” jawab mbak mbak tadi.
Perbincangan
itupun seolah menjadi jalan terang mereka untuk lebih mengetahui apa itu Muslim
Negarawan?, apa itu KAMMI?, apa arti
tulisan di surat Yuni.
“Adek
adek, tau gak apa itu da’wah?” ujar mba Heni.
“gak
mbak” jawab mereka serentak.
“sebenarnya
kita sering banget melakukan da’wah, cuma kita ngelakuinnya secara tidak sadar
dan terencana, jadi da’wah itu mengajak kepada kebaikan, mengajak kepada Islam, dan seandainya Allah memberi petunjuk
kepada seseorang dengan sebab engkau, maka hal itu lebih baik bagimu daripada
apa yang dijangkau matahari sejak terbit hingga terbenam.”
“hubungannya
sama KAMMI apa mbak?” sahut Citra.
“jadi
gini, salah satu sarana berda’wah adalah KAMMI,
dengan berda’wah kita sering mendapatkan jalan keluar dari berbagai masalah
yang kita hadapi.” Sahut mbak Heni.
“Lalu,
apa manfaatnya buat saya mbak?” tanya Vina.
“Jika
kita meniatkan da’wah untuk Allah, kita bakalan dapat keuntungan-keuntungan
dunia sebagai bonusnya, tapi kalau niat awal kita buat keuntungan dunia, Cuma
itulah yang bakal kita dapetin..” jawab mbak Heni.
“So,
masih ragu-ragu?” tegur mbak Heni.
“Ga
sih mba, tapi...?” gerutu Vina.
“Kalau
gak sukses, gimana dong mbak?, aku kan gak mau ngecewain Yuni, dia udah bener
bener cinta sama KAMMI..” sahut Vina
dengan sedikit keraguan.
“Da’wah
ini adalah kerja dari generasi ke generasi, bisa saja hasilnya belum kita
rasakan, tapi.., percayalah bahwa yang kita lakukan nggak ada yang sia-sia.”
Jawab mbak Heni.
Berkat
percakapan itulah, mereka mengenal KAMMI,
pengalaman, manajemen diri, manajemen waktu, kepemimpinan, dan teman semua
diperoleh dari KAMMI. Semua
petualangan mereka dimulai dari jaket Muslim
Negarawan.
“Sesungguhnya agama (Islam) itu
mudah, tidaklah seseorang itu akan dapat membangun agama itu kecuali bila ia
mampu memahaminya. Karena itu, tunjukilah jalan yang benar, dekatkanlah mereka,
dan gembirakanlah serta selalulah berdo’a memohon pertolongan (kepada Allah) di
waktu pagi dan sore!”
“Sekarang
aku tahu arti tulisan itu Vin” kata Citra
“Yang
bener, emang apa?” jawab Vina mengejek.
“Jika
engkau menolong agama Allah, niscaya Allah menolongmu dan meneguhkan pijakan
kakimu.” jawab Citra tegas.
“SubhanAllah
ukhti..” ujar Vina.
Mentaripun
terasa begitu menyengat seakan memberi tanda bahwa ia ikut senang, bunga bunga
bermekaran, dan burung-burungpun berkicau di pepohonan seperti menyanyi menyambut
kebahagiaan mereka. Jaket Muslim
Negarawan Yuni menjadi jalan bagi Citra dan Vina menjadi anggota KAMMI ( Jauharin Indah_sekdep kaderisasi_juara cerpen lomba MPK)
0 komentar:
Posting Komentar