Masih relevankah
gerakan mahasiswa setelah reformasi menapaki usianya yang ke 15?
Harus diakui, setelah Suharto jatuh pada tahun 1998, gerakan mahasiswa seperti kehilangan ‘lawan’. Banyak gerakan yang mencoba beragam pilihan gerak, dari mulai gerakan sosial, gerakan politik, gerakan massa, hingga gerakan intelektual yang lebih kreatif. Pilihan gerakan itu, apapun bentuknya, sah-sah saja. Tetapi, ada satu hal yang terlupakan: pembentukan wacana. Apapun bentuknya, selama berada dalam satu wacana besar, akan memberi nafas yang lebih panjang dan gerak yang lebih teratur bagi gerakan mahasiswa.
Memasuki
2013, pertanyaan tersebut semakin penting untuk dijawab dan direfleksi bersama
oleh para aktivis mahasiswa. Selama lima tahun terakhir, ada satu catatan besar
yang perlu dievaluasi dari gerakan mahasiswa saat ini: tidak adanya wacana
besar yang mengikat dan mempersatukan perjuangan gerakan mahasiswa.
Harus diakui, setelah Suharto jatuh pada tahun 1998, gerakan mahasiswa seperti kehilangan ‘lawan’. Banyak gerakan yang mencoba beragam pilihan gerak, dari mulai gerakan sosial, gerakan politik, gerakan massa, hingga gerakan intelektual yang lebih kreatif. Pilihan gerakan itu, apapun bentuknya, sah-sah saja. Tetapi, ada satu hal yang terlupakan: pembentukan wacana. Apapun bentuknya, selama berada dalam satu wacana besar, akan memberi nafas yang lebih panjang dan gerak yang lebih teratur bagi gerakan mahasiswa.
Mari kita ingat-ingat kembali tiga ciri gerakan mahasiswa adalah
membangun gerakan intelektual dengan membiasakan tiga budaya (tradition),
Membaca, Diskusi, dan Menulis. Nah jika gerakan mahasiswa sudah jauh dari
gerakan intelektual ini maka, apa lagi yang akan dibanggakan menajdi seorang
mahasiswa. Membaca kita jarang, menulis kita malas dan diskusi kita tidak
pernah.. apakah layak dikatakan mahasiswa?
Dalam konteks kekinian melihat
gerakan mahasiswa semakin mengalami kekerdilan. Sungguhnya menyedihkan kampus
hanya seperti menara gading saja. Hari ini kampus telah mati dari jiwa-jiwa
gerakan. Mau tidak mau memang itu lah kondisinya. Kampus tak lagi menjadi
indah,, yang dahulunya pernah melahirkan orang-orang yang berpikir besar..dan
kritis terhadap permasalahan-permasalahan masyarakat.
Cerita
di Chile dan Montreal bisa jadi renungan. Di dua negara ini, aktivis mahasiswa
mampu menjadikan isu anti-komersialisasi pendidikan sebagai arena pertarungan
wacana melawan rezim neoliberal. Dari sekadar menolak kenaikan uang kuliah yang
diikuti dengan demonstrasi ratusan ribu massa mahasiswa, isu bergulir menjadi
perdebatan soal rezim politik. Sehingga, perjuangan mahasiswa tidak lagi
sekadar ‘turun ke jalan’ rasionalisasi tuntutannya secara jelas. Sudah saatnya
gerakan mahasiswa merumuskan tuntutan dan wacananya sendiri. Mungkin, dengan
cara itu, kita akan lebih optimis untuk menjawab bahwa gerakan mahasiswa masih
relevan di tahun 2013.
Berangkat dari hal inilah, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia (KAMMI) Komisariat IKIP PGRI SEMARANG
mengajak teman-teman mahasiswa : “Gerakan KAMMI Menulis: menulis untuk
membangun negeri. One day one article for Indonesia’s bright future”.(Kusaeri S.Pd)
Dikutib dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar