Sudah dua hari ini, hari sejarah buat siswa SMA tahun ajaran 2014 yang ada diseluruh Indonesia. Dimana goresan tangannya diatas lembar jawaban ujian menentukan nasibnya. Ujian Nasional yang tiap tahunnya pasti sama. Hanya demi satu kata lulus atau tidak lulus.
Ujian Nasional adalah Penentuan standar mutu pendidikan yang ada di Indonesia ini yang terus meningkat diharapkan akan mendorong
peningkatan mutu pendidikan, yang dimaksud dengan penentuan standar
pendidikan adalah penentuan nilai batas.
Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas
tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai
kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi
tertentu. Rasanya tidak adil sekali jika mereka telah mengenyam pendidikan selama 12 tahun hanya ditentukan dengan sebuah predikat kata "lulus atau tidak lulus". Bagaimanakah perasaan mereka pada saat itu. Tentunya mereka sangat was-was. Dan malahan bukan mereka memikirkan Ujian yang akan dihadapi,tetapi pasti mereka akan tersugesti dengan kata "Apakah aku lulus atau kah tidak lulus?" karna kata itu sebagai patokan kalau "Lulus" berarti anak yang pintar,dan kalau "Tidak Lulus" berarti kurang pintar. Pasti setiap masyarakat akan beranggapan seperti itu. Bukankah itu akan menjadikan mental anak malah semakin down? dan banyak anak yang putus harapan? Harapan kita semua memang tidak menginginkan hal seperti itu.
Mungkin negara kita memang sedang ingin mencontoh negara-negara maju,agar negara kita juga termotivasi untuk maju. Kebijakan pemerintah memang sangat bagus untuk memajukan negara Indonesia. Tetapi apakah pemerintah juga memikirkan bagaimana nasib para pelajar yang berada dikota yang terisolir,kota yang masih terbelakang. Kota yang masih sangat kurang tingkat pendidikannya. Contohnya saja mereka yang berada di di Kalimantan yang pelosok desa dengan Jakarta. Kebudayaan dan karakter anak-anak disana dengan Jakarta mungkin sangat berbeda sekali. Anak-anak yang berada dipelosok yang mungkin sangat ketinggalan dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi,dibandingkan dengan anak yang tinggal dikota Jakarta yang akses apapun serba dimudahkan. Rasanya terlalu kurang adil jika kita memaksakan hal yang bukan seharusnya. Ibaratnya dalam sebuah keluarga ada 2 anak kakak beradik. Satu anak SD satu anak SMP. Tidak mungkin keluarga nya memberi uang saku yang sama atau tidak mungkin mereka diberi soal pekerjaan yang sama,karna kebutuhan dan tenaga mereka sangat lah berbeda. Sama halnya dengan mereka anak-anak yang masih terisolir,kebutuhan pendidikan serba kekurangan harus bersaing dengan anak-anak yang pendidikannya sudah maju, karna yang tahu kualitas pendidikan itu adalah pendidik atau guru yang berada pada lingkungan pendidikan tersebut.
Dengan adanya UN juga negara kita tidak malah semakin maju tingkat pendidikannya. Pendidikan kita malah semakin ketinggalan jauh dengan negara lain. Berbeda jauh dengan pendidikan yang sebelumnya tanpa UN,negara kita hampir memasuki sepuluh besar. Dan banyak negara lain yang malah belajar ke Indonesia.Karna sebenarnya UN hanya mengukur nilai akademik saja,tanpa tahu nilai sosial dan nilai karakter anak didik,sedangkan yang mengetahui nilai akademik,nilai karakter dan sosial anak adalah pendidik. Jadi nilai UN baik bukan pula menjamin negara ini baik. Karna baiknya suatu negara adalah baiknya karakter dan kepribadian anak. Dengan UN juga malah membuat anak-anak didik akan belajar dengan instan. Hanya mentargetkan agar mendapat kata "Lulus".
By : Rofiyani (Sekertaris Departemen Humas 2014/2015)
By : Rofiyani (Sekertaris Departemen Humas 2014/2015)
0 komentar:
Posting Komentar